Dalam sebuah wawancara dengan majalah Cineaste, Vol. 26, No. 1 tahun 2000, Edward Yang dengan singkat menjelaskan preferensi bidikan yang biasa dia ambil: “Terkadang ada begitu banyak hal yang terjadi dalam satu waktu di sebuah adegan yang dapat membuat titik perhatian terbagi ke berbagai cabang, sehingga sebaiknya kamera tetap berada di posisi netral dan berjarak. Kita juga perlu sadar bahaya penggunaan bidikan dekat (close-up). Ada informasi penting yang bisa hilang jika perhatian penonton terlalu dibatasi ke arah yang terlalu terpusat.” Dari pernyataan di atas, diketahui bahwa dalam melakukan komposisi bidikan, ada kesadaran untuk tidak mengisolasi tokoh dengan konteks lokasinya. Bidikan dalam sinema Edward Yang sengaja diberi jarak untuk membiarkan penonton melihat karakter dalam film dengan konteks yang lebih luas. Relasi antara karakter dengan ruang atau lanskap eksterior adalah relasi seimbang di mana masing-masing memiliki peran; saling mengintervensi dan berinteraksi.
Kesadaran spasial ini adalah salah satu ciri utama dalam mengidentifikasikan film-filmnya, preferensi estetika yang sudah dibawa sejak film panjang pertama. Kesadaran yang mungkin pula terpendam dalam dirinya mengingat saat masih remaja, Edward Yang sempat bercita-cita ingin menjadi arsitek, namun dibujuk orang tuanya untuk melanjutkan kuliah di bidang teknologi.
Posisi kamera yang ditempatkan berjarak dengan subjek, memperlihatkan ruang lebih utuh ketimbang kamera yang berada di jarak yang lebih dekat. Keberjarakan ini menunjukkan ada upaya untuk membuat relasi antara subjek dengan latar menjadi ‘setara’, dalam artian bahwa titik tatap penonton menjadi tidak tunggal; hanya mengarah ke satu jurusan hirarkis di mana subjek atau tokoh berada dalam posisi tatap utama dan latar menjadi komplementer dari eksistensi subjek itu. Tentu, seperti yang sudah dikatakannya di atas, ada resiko penonton akan ‘tersesat’ ketika dihadapkan dengan imaji yang memiliki beragam subjek dan objek saling berinteraksi dalam satu bingkai, namun menurut saya inilah upaya Edward Yang untuk menciptakan kedalaman peristiwa dalam perekamannya. Keberadaan ruang menjadi meluas; baik itu interior atau exterior, posisi ruang menjadi penegasan juga paralel terhadap pernyataan yang diekspresikan oleh Edward Yang. Meskipun demikian, pengisolasian subjek tidak haram dilakukannya. Edward Yang menggunakan bidikan jarak dekat pada titik di mana dia perlu untuk mengutarakan suatu pernyataan penting dalam konteks cerita filmnya. Hal ini terlihat dalam adegan audisi aktris di film A Brighter Summer Day (1991), di mana Ming (Lisa Yang) diperintahkan beradegan sedih di saat audisi peran dan kamera membidik tunggal ke arah wajahnya.

A Brighter Summer Day (1991)
Salah satu bentuk manipulasi ruang yang dilakukan Edward Yang adalah dengan menggunakan refleksi atau cerminan dari permukaan kaca ke arah interior maupun eksterior. Hal ini terhubung dengan keberadaan lanskap kota yang dihutani bangunan berfasad kaca, yang merupakan karakteristik kota Taipei kontemporer yang dilukiskan oleh Edward Yang. Dengan penggunaan semacam itu, tampilan ruang menjadi seakan berlapis, dalam artian bahwa ruang interior dan eksterior, yang sebelumnya bergerak di orbitnya masing-masing menjadi satu dan tidak lagi hanya memperlihatkan ruang seperti apa adanya; mengesankan bentuk baru dan keterhubungan dengan dinamika yang terjadi dalam kisah di film tersebut.
Style par Substance
Sebelum membicarakan pola-pola imaji refleksi, terlebih dahulu perlu dilihat bagaimana Edward Yang umumnya membidik ruang interior dan eksterior. Kita bisa melihat obsesinya dalam merangkai ruang dan bangunan; entah itu gedung bertingkat, hunian atau fasilitas publik, citra perkotaan dan interior ruangan. Dalam membidik figur khususnya ketika berada di eksterior, Edward Yang umum menggunakan ambilan berjarak—master shot—dengan menampilkan seluruh tubuh figur itu di tengah bangunan-bangunan kota.

Yi Yi (2000)

Yi Yi (2000)
Contoh di atas diambil dari film Yi Yi (2000), di mana bidikan seperti ini banyak ditemukan. terlihat bahwa kamera tidak melepaskan tubuh figur tersebut dari keberadaan lanskap. Walaupun tokoh-tokohnya sedang melakukan aksi atau percakapan, ambilan gambar tetap berada jauh hingga akhir adegan, tidak berupaya untuk melakukan dramatisasi dengan membidik dekat mengarah ke wajah. Hal ini tentu berbeda dengan formulasi umum dalam sinema Hollywood, misalnya. Bila kita berandai-andai semisal adegan itu direkam menggunakan cara-cara industri Hollywood, maka bidikan jauh hanya berguna sebagai ‘establish shot’, sekedar untuk memberikan penonton pengenalan terhadap informasi lokasi tempat kejadian itu terjadi, yang lalu diikuti bidikan wajah aktor dengan urutan ambilan berbalas pundak-ke-pundak.
Kecenderungan penekanan spasial dalam bidikan di interior juga serupa dengan yang dilakukannya di eksterior. Bahkan di dalam ruang terbatas, ketika merekam percakapan dua orang, Edward Yang tidak memilih untuk mengambil gambar jarak dekat berbalas orang pertama.

Terrorizers (1986)
Gambar di atas adalah secuil adegan dari Terrorizers (1986). Di awal adegan, kita diperlihatkan pada sebuah ruang memanjang dan dua orang yang saling berinteraksi di sisi hadap. Ketimbang menyorot dekat figur dua tokoh itu, potongan selanjutnya justru memberi fokus pada objek-objek yang ada di sekitar mereka, dan bagaimana mereka berinteraksi dengan objek itu. Ketika potongan gambar berpindah, bidikan kamera tetap menampilkan tubuh secara utuh, tidak memberi penyorotan khusus pada wajah melalui jarak dekat. Menolak bidikan dekat bukan berarti menolak untuk menceritakan dan mengeksplorasi tubuh manusia dan konflik-konfliknya. Tentu yang membuat film berbeda dengan medium seni visual durasional lain adalah kemampuannya untuk memilih bagian tubuh mana yang ingin ditangkap. Namun mengisahkan manusia juga berarti menangkap lingkungan tempat manusia itu tinggal, objek-objek yang berada di sekelilingnya serta tempat mereka hidup dan mati, dan ini lah aspek yang ingin dituju oleh Edward Yang.
Dengan memahami bagaimana Edward Yang merekam ruang dan lanskap, kita bisa mendapatkan ide tentang spasialitas di tiap bidikannya, sehingga ketika ruang itu diinterupsi oleh imaji yang merupakan pantulan dari ruang atau lanskap dari sisi sebaliknya, kita bisa mendapatkan sebuah kesan yang berbeda dari yang dilihat sebelumnya.
Adegan di bawah ini adalah contoh bagaimana komposisi ruang ‘diganggu’ oleh refleksi yang hadir dari sisi di hadapannya.

Yi Yi (2000)

Terrorizers (1986)
Bila diandaikan sebagai lintasan orbital, ruang dan lanskap adalah bidang-bidang yang memiliki ketetapan bentuknya dan pertemuan keduanya menjadi semacam eklips yang menciptakan bentuk lain yang dapat diamati dalam jarak tertentu, dan tidak hanya sekedar bentuk yang baru, tapi juga pemaknaan yang baru. Di satu sisi, kehadiran bentuk ini menjadi seperti ‘gangguan’, visualisasi yang tidak seharusnya hadir karena mengintervensi komposisi yang sudah mapan. Namun di sisi lain refleksi juga bekerja sebagai ekstensi ruang-ruang yang didiami oleh tokoh-tokoh itu. Dalam contoh di atas, keduanya merepresentasikan dua jenis ambilan berdasar dari pada titik mana bidikan itu direkam dan mengarah; Yi Yi dari luar mengarah ke dalam, sementara Terrorizers dari dalam mengarah ke luar. Individu, ruang domestik dan ruang publik menyatu dalam kenyataan urban kota Taipei.
Imaji berlapis seperti ini memang tidak eksklusif digunakan oleh Edward Yang. Salah satu yang paling awal menggunakan bentuk serupa adalah film-film dari sinema Impresionisme Prancis yang menggunakan imaji superimposed sebagai upaya untuk memanipulasi waktu dan menegaskan kegamblangan ekspresi subjektif dari ketiadaan dialog. Namun yang ditekankan dalam catatan ini tidak hanya bentuk yang serupa itu, tetapi ketepatan guna bentuk dalam relasinya dengan esensi cerita dan sosio-kultural yang direpresentasikan, dan bagaimana imaji itu terlihat logis, dalam artian bahwa pilihan estetika ini tidak tercerabut dari konsekuensi lokasi yang ada di sekitar tokohnya.

Ménilmontant (Dimitri Kirsanoff, 1926) salah satu contoh film sinema Impresionisme Prancis
Tokoh-tokoh yang diperlihatkan di atas pada titik tersebut berada dalam keantaraan, kegamangan yang dialami sebagai bagian dari konflik yang dihadirkan di film. Dalam Terrorizers, kita melihat seorang perempuan, penulis bernama Zhou Yufang (Cora Miao) menatap ke arah luar jendela. Refleksi dari jendela itu mengarahkan pada kita sudut jalan dan pekerja pembersih jendela dengan kesan yang samar. Sebagai konteks, Zhou adalah seorang novelis yang kesehariannya juga ibu rumah tangga dan sedang mengalami macet kreativitas. Pola keseharian yang monotonik ini menurutnya bertanggung jawab atas kebuntuan itu, sehingga dia berpikir untuk kembali bekerja dengan kekasih lamanya, yang kebetulan sedang membuat perusahaan baru. Ruang yang diperlihatkan di atas adalah ruang yang nantinya akan digunakan sebagai kantor tempat mereka bekerja. Kontemplasi Zhou dalam adegan itu, di mana dia berada dalam dua pilihan antara kehidupan yang monoton dan kembali bekerja, diperlihatkan melalui pantulan imaji dari jendela. Baik ruang dan tokoh terlihat saling berpolemik.
Sementara dalam Yi Yi, kita melihat dua bayang figur berada di ruang domestik mereka. Dua itu adalah N.J (Nien-Jen Wu) dan Min-Min (Elaine Jin). Pasangan yang telah menikah lebih dari sepuluh tahun dan masing-masing memiliki dilema dan kegelisahannya. Min-Min mengalami krisis eksistensial karena khawatir sepanjang hidupnya akan dihabiskan sebagai ibu rumah tangga dan mengurus keluarga, sehingga takut ketika tua tidak memiliki ingatan apapun kecuali keluarga dan ruang domestiknya. Sementara N.J di antara pilihan dalam menentukan sikap di pekerjaannya dan dilema apakah harus menemui kekasih lamanya. Keduanya berada di dalam kamar tempat huniannya dan imaji dari luar terpantul melalui jendela kamar itu; sebuah pemandangan kota saat jam sibuk, yang terlihat gerak lampu kendaraan seakan terseret melintasi ruang yang mereka tinggali. Ruang domestik mengesankan keberadaannya dalam lanskap makrokosmos yang lebih besar. Visibilitas kedua ruang dan lanskap itu menegaskan kontras antara kesendirian mereka—dengan segala konfliknya—-di antara keramaian yang berjarak. Sebuah gambaran sinematik terhadap kondisi kota urban kontemporer dan manusia-manusia yang hidup di tengahnya.
Walaupun bentuk estetika ini sudah digunakan sejak periode awal pembuatan film, imaji reflektif muncul sangat dominan khususnya di Yi Yi. Ada semacam paralel antara Yi Yi dan mahakarya Michelangelo Antonioni La Notte (1961). Keduanya sama-sama tentang hubungan pernikahan kelas menengah yang kehilangan arah dan mencari makna dalam hidupnya. Seperti Yi Yi, La Notte juga beberapa kali menggunakan imaji refleksi sebagai upaya artistik untuk memvisualisasikan kegamangan tokoh di dalamnya. Meski demikian, pelukisan yang dilakukan Antonioni tidak memiliki spasialitas yang polemis seperti Edward Yang karena yang difokuskan betul-betul kedalaman jiwa tokohnya.

Yi Yi (2000)

La Notte (Michelangelo Antonioni, 1961)
Di wawancara yang sama dengan di paragraf pertama, Edward Yang mengatakan bahwa dia merasa beruntung karena tidak menggauli film melalui jalur formal dan industri juga dididik sebagai seorang insinyur yang “siap melakukan berbagai hal praktis untuk menyelesaikan masalah-masalah dengan cepat”. Posisi bidikannya yang berjarak, serta penggunaan imaji pantul itu adalah upayanya untuk menyelesaikan permasalahan langgam gambar bergerak maupun substansi dalam karyanya. Sebuah pilihan yang mungkin terlihat sederhana dan pragmatis karena tidak membutuhkan banyak perpindahan posisi titik ambilan kamera dan suntingan. Namun dari pilihan yang praktikal itu, lahir gambaran-gambaran indah tentang sebuah kota dan manusia-manusia yang hidup di dalamnya. Mengutip Gilles Deleuze dalam kuliahnya tentang sinema, di mana di satu bagian dia berbicara tentang fungsi tangan dalam sinema Robert Bresson: “tangan-tangan dalam sinema Robert Bresson menjadi indah bukan karena dia (Bresson) mengetahui langgam membidik tangan-tangan dengan cara yang indah, tapi karena dia membutuhkan tangan-tangan tersebut”. Dalam sinema Edward Yang, tangan-tangan yang terlihat indah itu adalah ruang dan lanskap.